Minggu, 20 Oktober 2013

PERBEDAAN STRATEGI-TAKTIK DAN LOBI-NEGOSIASI

STRATEGI DAN TAKTIK
Jika bergelut dengan etimologi, kata “startegi” awalnya berasal dari bahasa Yunani “strategos”, yang diartikan sebagai “seni menjadi jenderal” atau jika merujuk pada profesi bisa diartikan sebagai “komandan militer”.
Sama saja seperti kata startegi, kata “taktik” juga berkampunghalaman pada bahasa Yunani yaitu “taktike” yang berarti “pengaturan pasukan”.
Walau makna kedua kata tersebut sangat dekat dengan peperangan, namun kata “startegi dan taktik” dewasa ini telah menyentuh nyaris segala bidang, mulai dari pemasaran, periklanan sampai pembunuhan, hampir pasti memerlukan planning startegi dan taktik.
Namun, kedua kata itu tidaklah selamanya sama. Pada satu pengertian, mereka memiliki komparasi makna  yang tak serupa.
Secara defenitif, kata startegi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai:
ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa) untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai; 2 ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dl perang, dl kondisi yg menguntungkan: sbg komandan ia memang menguasai betul -- seorang perwira di medan perang; 3 rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus; 4 tempat yg baik menurut siasat perang.

Sedangkan “taktik” dalam KBBI memiliki arti:

rencana atau tindakan yg bersistem untuk mencapai tujuan; pelaksanaan strategi; siasat”

Dari perbandingan makna tersebut, dapat kita nikmati bersama perbedaan arti dari kedua kata benda itu.
Salah satu defenisi takti dalam KBBI, yaitu “pelaksanan startegi”, menggambarkan jika taktik bersifat lebih implementatif dibandingkan strategi.
Strategi dapat diartikan sebagai rancang garis besar yang memuat poin-poin penting dari sebuah tujuan, bersifat jangka panjang, dan melibatkan master mind atau orang-orang yang berada pada startifikasi atas (dalam organisasi) untuk menentukannya, sedangkan taktik lebih spesifik lagi, karena manyasar pada “cara” yang akan dilakukan untuk mengaplikasikan startegi tersebut sehingga taktik biasanya lebih memuat banyak sub-sub bagian atau dengan kata lain taktik merupakan bagian turunan dari startegi, berjangka pendek dan melibatkan seluruh jenjang strata dalam penerapannya.
Contoh misalnya, seorang pria mencanangkan sebuah tujuan, yaitu ingin menyukseskan hidupnya. Nah, kemudian ia merancang startegi yang dianggapnya akan mampu mengakomodir tujuan mulianya itu, antara lain: rajin belajar, giat bekerja, dan beribadah. Setelah itu ia kemudian membentuk taktik yang akan mendukung terlaksananya strategi yang sudah ia buat. Taktik tersebut terbagi atas yang pertama, untuk startegi rajin belajar, pria tersebut menaktikkan untuk lebih serius memerhatikan guru, lebih aktif mencatat materi yang dibagikan, lebih sering mengulang kembali materi yang telah ia dapatkan agar tingkat kepahamannya bertambah, dsb.
Untuk startegi kedua, yaitu giat bekerja, pria itu merancang taktik antara lain, ia harus mampu bangun lebih pagi dibanding sebelumnya, fokus pada tugas dan berhenti mengeluh, menyelesaikan segala target yang dibebankan tanpa menonjolkan sikap menunda, dsb.
Begitu seterusnya, startegi yang pria itu buat akan dilekati berbagai sub cara dan bagian yang kita namakan sebagai “taktik”.

NEGOSIASI DAN LOBI
Seperti halnya “taktik” dan “startegi”, kata negosiasi dan lobi  juga sering disamakan artinya oleh para pengguna. Padahal kedua kata ini tidaklah kembar makna.
Pelobian (lobbying) menurut kamus Webster berarti “melakukan aktivitas yang bertujuan memengaruhi pegawai umum dan khususnya anggota legislatif dalam pembuatan peraturan”
Menurut Advance English & Indonesia Dictionary, “lobby” atau “lobbying” berarti orang atau kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota parlemen. Sedangkan “lobbyist” berarti orang yang mencoba mempengaruhi pembuat undang-undang. 
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lobi diartikan sebagai:
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam kaitannya dengan pemungutan suara menjelang pemilihan ketua suatu organisasi, seperti parlemen dan partai politik.
Sedangkan dalam kamus yang sama, negosiasi didefenisikan menjadi:
1 proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; 2 penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa;
Negosiasi menurut Suyud Margono adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memeroleh kesepakatan diantara mereka. Sedangkan menurut H. Priyatna Abdurrasyi negosiasi dapat diartikan sebagai suatu cara di mana individu berkomunikasi satu sama lain, mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-harinya, atau proses yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ketika ada pihak lain yang menguasai apa yang kita inginkan.
Negosiasi dapat diartikan secara umum sebagai konsensual dari proses penawaran antara para pihak untuk mencapai suatu kesepakatan tentang suatu sengketa (konflik) atau sesuatu hal yang berpotensi menjadi sengketa (konflik). 
Negosiasi dalam proses advokasi memiliki dua bentuk: formal dan informal. Bentuk formal biasa disebut negosiasi, sedangkan bentuk informal sebagai lobi. Lobi dikatakan sebagai pross informal karena tidak mengikat waktu dan tempat, dan bisa dilakukan terus menerus dalam waktu panjang. Proses lobi, memerlukan kemampuan komunikasi interpersonal yang lebih tinggi dibandingkan dengan negosiasi. Hal ini diakibatkan keinformalan sifatnya yang secara langsung membutuhkan kedekatan personal yang lebih kompleks lagi. Kemampuan interpersonal ini dipakai untuk mengolah proses pertukaran kepentingan dalam situasi yang nyaman dan bersahabat. Masih dalam hal keinformalan sifat lobi, hal itu dapat dihubungkan dengan makna lain dari kata “lobi” yang mengandung arti ruangan semacam teras yang diatur sedemikian rupa sehingga menciptakan rasa nyaman bagi siapa saja yang menempatinya. Kenyamanan umumnya tercipta dari kedekatan yang tidak resmi atau secara situasional tidak menekan dan serius. Hal tersebut bisa juga dijadikan sebagai analogi menyangkut perbedaan antara lobi dan negosiasi. Jika kata “lobi” dan “negosiasi” dapat diandaikan sebagai sebuah rumah, maka “lobi” adalah serambi yang dilewati sebelum masuk ke dalam ruang utama “negosiasi”. Jadi, lobi bisa dimaknai sebaga pendekatan (approach) awal yang dilakukan untuk memengaruhi “korban

TEORI BUDAYA ORGANISASI





 
 “Budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh organisasi; budaya adalah sesuatu yang merupakan organisasi itu sendiri”
(Pacanowsky & O’Donnel Trujillo)

APA ITU “BUDAYA”?

“Bukankah itu sesuatu yang aneh?  Tengkorak dan bulan sabit? Rakyat Amerika jelas tidak terlalu suka mengetahui jika seseorang yang membuat regulasi di negara mereka, merenung di sebuah ruangan sempit dengan tengkorak dan bulan sabit di tangannya,” ucap Anderson. Langdon tersenyum kecut pada Anderson dan simbol-simbol Free Mason yang ada di hadapan mereka. Ia mendengus.
Tidak lebih aneh dari umat Kristen yang berdoa di bawah kaki Seorang Pria terpaku di kayu salib, atau orang-orang Hindu yang merapal doa di depan seekor gajah bernama Ganesha yang berlengan enam. Salah paham terhadap simbol-simbol sebuah kebudayaan merupakan akar prasangka yang umum.”
(Lost Symbol – Dan Brown)