STRATEGI DAN TAKTIK
Jika
bergelut dengan etimologi, kata “startegi” awalnya berasal dari bahasa Yunani “strategos”, yang diartikan sebagai “seni
menjadi jenderal” atau jika merujuk pada profesi bisa diartikan sebagai
“komandan militer”.
Sama
saja seperti kata startegi, kata “taktik” juga berkampunghalaman pada bahasa
Yunani yaitu “taktike” yang berarti
“pengaturan pasukan”.
Walau
makna kedua kata tersebut sangat dekat dengan peperangan, namun kata “startegi
dan taktik” dewasa ini telah menyentuh nyaris segala bidang, mulai dari
pemasaran, periklanan sampai pembunuhan, hampir pasti memerlukan planning startegi dan taktik.
Namun,
kedua kata itu tidaklah selamanya sama. Pada satu pengertian, mereka memiliki
komparasi makna yang tak serupa.
Secara
defenitif, kata startegi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai:
ilmu
dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa(-bangsa) untuk melaksanakan
kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai; 2 ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk
menghadapi musuh dl perang, dl kondisi yg menguntungkan: sbg komandan ia memang menguasai
betul -- seorang perwira di medan perang; 3 rencana yg cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus; 4
tempat yg baik menurut siasat perang.
Sedangkan “taktik” dalam KBBI memiliki arti:
“rencana atau tindakan yg bersistem untuk
mencapai tujuan; pelaksanaan strategi; siasat”
Dari
perbandingan makna tersebut, dapat kita nikmati bersama perbedaan arti dari
kedua kata benda itu.
Salah
satu defenisi takti dalam KBBI, yaitu “pelaksanan startegi”, menggambarkan jika
taktik bersifat lebih implementatif dibandingkan strategi.
Strategi
dapat diartikan sebagai rancang garis besar yang memuat poin-poin penting dari
sebuah tujuan, bersifat jangka panjang, dan melibatkan master mind atau orang-orang yang berada pada startifikasi atas
(dalam organisasi) untuk menentukannya, sedangkan taktik lebih spesifik lagi,
karena manyasar pada “cara” yang akan dilakukan untuk mengaplikasikan startegi
tersebut sehingga taktik biasanya lebih memuat banyak sub-sub bagian atau
dengan kata lain taktik merupakan bagian turunan dari startegi, berjangka
pendek dan melibatkan seluruh jenjang strata dalam penerapannya.
Contoh
misalnya, seorang pria mencanangkan sebuah tujuan, yaitu ingin menyukseskan
hidupnya. Nah, kemudian ia merancang startegi yang dianggapnya akan mampu
mengakomodir tujuan mulianya itu, antara lain: rajin belajar, giat bekerja, dan
beribadah. Setelah itu ia kemudian membentuk taktik yang akan mendukung
terlaksananya strategi yang sudah ia buat. Taktik tersebut terbagi atas yang
pertama, untuk startegi rajin belajar, pria tersebut menaktikkan untuk lebih
serius memerhatikan guru, lebih aktif mencatat materi yang dibagikan, lebih
sering mengulang kembali materi yang telah ia dapatkan agar tingkat
kepahamannya bertambah, dsb.
Untuk
startegi kedua, yaitu giat bekerja, pria itu merancang taktik antara lain, ia
harus mampu bangun lebih pagi dibanding sebelumnya, fokus pada tugas dan
berhenti mengeluh, menyelesaikan segala target yang dibebankan tanpa
menonjolkan sikap menunda, dsb.
Begitu
seterusnya, startegi yang pria itu buat akan dilekati berbagai sub cara dan
bagian yang kita namakan sebagai “taktik”.
NEGOSIASI DAN LOBI
Seperti
halnya “taktik” dan “startegi”, kata negosiasi dan lobi juga sering disamakan artinya oleh para
pengguna. Padahal kedua kata ini tidaklah kembar makna.
Pelobian
(lobbying) menurut kamus Webster berarti “melakukan aktivitas yang bertujuan
memengaruhi pegawai umum dan khususnya anggota legislatif dalam pembuatan
peraturan”
Menurut
Advance English & Indonesia Dictionary, “lobby” atau “lobbying” berarti
orang atau kelompok yang mencari muka untuk mempengaruhi anggota parlemen.
Sedangkan “lobbyist” berarti orang yang mencoba mempengaruhi pembuat
undang-undang.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Lobi diartikan sebagai:
kegiatan
yang dilakukan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam kaitannya dengan
pemungutan suara menjelang pemilihan ketua suatu organisasi, seperti parlemen
dan partai politik.
Sedangkan
dalam kamus yang sama, negosiasi didefenisikan menjadi:
1 proses tawar-menawar dengan jalan berunding
guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi)
dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain; 2 penyelesaian sengketa secara damai melalui
perundingan antara pihak yang bersengketa;
Negosiasi
menurut Suyud Margono adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk
memeroleh kesepakatan diantara mereka. Sedangkan menurut H. Priyatna Abdurrasyi
negosiasi dapat diartikan sebagai suatu cara di mana individu berkomunikasi
satu sama lain, mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan
sehari-harinya, atau proses yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ketika
ada pihak lain yang menguasai apa yang kita inginkan.
Negosiasi
dapat diartikan secara umum sebagai konsensual dari proses penawaran antara
para pihak untuk mencapai suatu kesepakatan tentang suatu sengketa (konflik)
atau sesuatu hal yang berpotensi menjadi sengketa (konflik).
Negosiasi dalam proses
advokasi memiliki dua bentuk: formal dan informal. Bentuk formal biasa disebut
negosiasi, sedangkan bentuk informal sebagai lobi. Lobi dikatakan sebagai pross
informal karena tidak mengikat waktu dan tempat, dan bisa dilakukan terus
menerus dalam waktu panjang. Proses lobi, memerlukan kemampuan komunikasi
interpersonal yang lebih tinggi dibandingkan dengan negosiasi. Hal ini
diakibatkan keinformalan sifatnya yang secara langsung membutuhkan kedekatan
personal yang lebih kompleks lagi. Kemampuan interpersonal ini dipakai untuk
mengolah proses pertukaran kepentingan dalam situasi yang nyaman dan bersahabat.
Masih dalam hal keinformalan sifat lobi, hal itu dapat dihubungkan dengan makna
lain dari kata “lobi” yang mengandung arti ruangan semacam teras yang diatur
sedemikian rupa sehingga menciptakan rasa nyaman bagi siapa saja yang
menempatinya. Kenyamanan umumnya tercipta dari kedekatan yang tidak resmi atau
secara situasional tidak menekan dan serius. Hal tersebut bisa juga dijadikan
sebagai analogi menyangkut perbedaan antara lobi dan negosiasi. Jika kata
“lobi” dan “negosiasi” dapat diandaikan sebagai sebuah rumah, maka “lobi”
adalah serambi yang dilewati sebelum masuk ke dalam ruang utama “negosiasi”.
Jadi, lobi bisa dimaknai sebaga pendekatan (approach)
awal yang dilakukan untuk memengaruhi “korban