Senin, 16 Desember 2013

Distorsi Pesan dalam Komunikasi Organisasi

Komunikasi merupakan aktifitas dari manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari seperti di tempat kerja, dalam kegiatan pendidikan atau di mana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam komunikasi. Sumber konflik terbesar antar-perseorangan mungkin utamanya disebabkan oleh buruknya komunikasi atau adanya distorsi dalam penyampaian pesan antara komunikator dengan komunikan pada sebuah relasi. Oleh sebab itu, manusia menggunakan kurang lebih 70% waktu yang dipunyainya untuk berkomunikasi. Singkatnya, tidak ada manusia yang mampu survive tanpa berkomunikasi.
Pentingnya peran komunikasi bagi kehidupan fundamental manusia tidaklah dapat dipungkiri. Begitu juga halnya bagi proses berorganisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik, seluruh proses dalam organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil. Dan begitu pula sebaliknya, kurang atau bahkan tidak adanya aksi komunikasi dalam sebuah organisasi mudah menyebabkan kegagalan total bagi keseluruhan proses organisasi itu sendiri.
Informasi dan ide-ide dapat disampaikan melalui penyampaian arti dari satu orang kepada orang lain. Komunikasi lebih dari sekedar penyampaian arti—menciptakan kesepahaman juga adalah bagian terinti. Komunikasi yang sempurna adalah ketika suatu pemikiran atau gagasan ditransmisikan sehingga pesan dapat diterima dan diinterpretasikan oleh si penerima sama dengan apa yang diinginkan oleh si pengirim pesan.
Komunikasi yang efektif sangat penting bagi semua organisasi tanpa terkecuali. Oleh karena itu, para pimpinan organisasi sebagai the core communicator dalam sebuah organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan komunikasi mereka agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam penyampaian pesan.

A.    Pengertian ketepatan dan distorsi pesan
 


Ketepatan komunikasi menunjukkan kepada kemampuan orang untuk mereproduksi atau menciptakan suatu pesan dengan tepat. Dalam komunikasi, istilah ketepatan digunakan untuk menguraikan tingkat persesuaian di antara pesan yang diciptakan oleh pengirim dan reproduksi penerima mengenai pesan tersebut. Atau dengan kata lain tingkat penyesuaian arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim dengan arti yang diinterpretasi  oleh si penerima.
Hasil penelitian  menunjukkkan bahwa informasi dan arti pesan berubah dari apa yang dimaksudkan, ketika pesan itu melewati individu-individu dalam jaringan komunikasi. Proses komunikasi ke bawah, ke atas, horizontal dan berbagai arah ada yang terjadi dengan cara yang simultan, secara seri atau berantai. Pesan yang didistribusikan dengan cara yang simultan mudah terkena perubahan dan distorsi bila dibandingkan dengan komunikasi interpersonal.

Faktor Personal Yang Memengaruhi Distorsi

Ada sejumlah prinsip yang mereflesikan faktor-faktor personal yang memberikan kontribusi pada distorsi pesan. Faktor-faktor ini biasanya berasal dari konsep kita mengenai komunikasi sebagai tingkah laku dan proses. Suatu tingkah laku komunikasi melibatkan alat indra seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan perasa. Pada suatu saat kita akan dikejutkan oleh bermacam-macam keterbatasan kita dalam proses komunikasi baik yang datang dari luar maupun dari dalam kita sendiri. Faktor utama yang memberikan kontribusi pada distorsi pesan  dalam proses komunikasi, adalah persepsi kita mengenai proses komunikasi tersebut.

1.    Anggota Organisasi Mengamati Sesuatu Secara Seleksi.Secara fisiologis, indera manusia memiliki keterbatasan dalam penggunaannya. Terkadang, pemusatan perhatian terhadap stimulus hanya mampu dilakukan oleh satu indra tertentu sehingga ketidakmampuan manusia untuk melakukan multi-tasking atau pemusatan dua atau lebih indra di saat yang bersamaan mampu mengakibatkan distorsi pesan yang fatal. Misalnya, jika seorang anggota organisasi sedang memikirkan secara keras kondisi keluarganya, akan sangat mungkin ia mengacuhkan informasi sekilas dari rekan kerjanya yang memintanya untuk menemui pimpinan perusahaan.
Karena adanya kecenderungan manusia untuk memusatkan perhatian dengan menyeleksi pesan-pesan yang tertangkap oleh indranya, menjadikan pesan yang tak terpilih harus terbuang dan tak berhasil terinterpretasikan oleh penerima.

2.    Orang Melihat Sesuatu Konsisten Dengan Apa Yang Mereka Percayai.Manusia cenderung memilih pesan yang ingin ia interpretasikan konsisten dengan apa yang ia percayai. Maksudnya, kecenderungan untuk menyandikan pesan sudah diatur di alam bawah sadar seseorang sehingga terkadang pesan yang tak sesuai dengan kepercayaan yang ia bawa akan tersisih. Konsep ini juga sama dengan prinsip primordialisme atau stigma yang mendasarkan penilaian terhadap yang “sudah ada” bukan yang “sedang ada”.

3.    Arti suatu pesan terjadi pada level isi dan hubungan Isi pesan adalah hal-hal substansial yang tekandung di dalam sebuah pesan, baik itu ide, gagasan, pendapat, dan hal-hal lain yang bersifat informatif, sedangakan hubungan merujuk pada pola bagaimana penyampaian pesan tersebut berlangsung, utamanya emosi yang menyertai dalam proses pengiriman pesan. Misalnya dapat ditemukan pada bentuk ekspresi, baik itu tersenyum, berduka, ceria dan hal-hal relasional lainnya.
Ketika hal ini tidak terpenuhi dalam proses komunikasi, baik dikarenakan adanya ketidaksinambungan isi pesan dengan hubungan atau misinterpretasi komunikan terhadap bentuk atau pola kedua hal tersebut, menyebabkan acapkali distorsi pesan mudah terjadi.

4.    Distorsi Pesan Diperkuat Oleh Tidak Adanya Kesinambungan Antara Bahasa Verbal Dan NonverbalSeperti yang pernah dibahas dalam dasar-dasar ilmu komunikasi, pesan verbal dan nonverbal memiliki sinergitas yang erat pada proses komunikasi.
Konsistensi kedua bentuk pesan tersebut dalam rangka menyempurnakan isi pesan sering menemui kegagalan. Ketidaksinambungan antara isi pesan verbal dengan tampilan pesan nonverbal membuat distorsi dalam interpretasi pesan semakin meninggi.
Misalnya, jawaban yang disampaikan adalah “baiklah” namun diikuti dengan mimik kekecewaan seakan jawaban sebenarnya adalah “tidak” akan menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian pada diri komunikan. Namun biasanya, komunikan lebih memilih mempercayai pesan nonverbal yang diasumsikan sebagai “kejujuran yang tak terkendali”.

5.    Pesan yang meragukan sering mengarhakan pada gangguan(Judul sudah cukup menjelaskan) :p

6.    Kecenderungan Memori ke Arah Penejaman dan Penyamarataan DetailSecara psikologis dan neurologis, manusia memiliki dua kecenderungan ekstrim dalam menginterpretasi sebuah pesan. Pada satu kecenderungan, manusia tertentu lebih sering menggeneralisasikan informasi yang ia dapat dan buru-buru menyimpulkan tanpa verifikasi detail pesan itu lebih rinci lagi, namun pada sisi lain, ada juga tipe interpretasi manusia yang cenderung menspesifikasi stimulus pesan yang ia terima lebih rinci sehingga detail pesan yang sebenarnya dapat diterima dan makna pesan yang dikirim oleh komunikator dapat menemukan kesepahaman dengan komunikan.

7.    MotivasiMotivasi seorang komunikan dalam menginterpretasi sebuah pesan juga memiliki pengaruh tersendiri terhadap pemunculan distorsi atau gangguan pesan dalam sebuah organisasi. Ada tiga bagian motivasi pencetus distorsi pesan menurut Muhammad Arni dalam bukunya “Komunikasi Organisasi”, yaitu;
a.    Sikap terhadap pesanSikap negatif prematur seseorang terhadap isi sebuah pesan, setelahnya mampu memengaruhi interpretasi isi pesan secara keseluruhan. Artinya, impresi yang buruk yang isi pesan berikan dapat menjadi penentu gangguan yang muncul dalam penyandian makna pesan.
b.    Keinginan atau minat.Keinginan atau minat seseorang terhadap unsur-unsur komunikasi, baik itu pada kualifikasi subjektif komunikator atau nilai subjektif komunikan terhadap isi pesan dapat memengaruhi tingkat keseragaman makna antara komunikan dengan komunikator terhadap isi pesan.
c.    Keinginan komunikator untuk memodifikasi pesan yang ingin dikirimkan.Jika kedua faktor sebelumnya berbicara dari sisi komunikan, maka aspek ketiga ini menyasar faktor internal komunikator. Komunikator terkadang melihat kesesuaian antara konteks pesan dengan khalayak yang ia ingin paparkan pada pesan tersebut. Komplektisitas sebuah pesan dapat mengalami modifikasi “habis-habisan” ke arah bentuk pesan yang lebih sederhana dan dapat dimengerti oleh komunikan. Namun niat baik ini terkadang menemui ketidakkonsistenan makna atau arti sebenarnya yang pesan miliki justru setelah mengalami perubahan demi adaptasi terhadap komunikan.

Faktor organisasi yang mempengaruhi distorsi

1.    Kedudukan atau Posisi dalam Organisasi.
Struktur fungsional dalam organisasi yang menempatkan seseorang atau sekelompok individu ke dalam divisi-divisi atau bagian-bagian fungsi menjadikan seleksi kepentingan pesan berdasarkan pembagian peranan. Misalnya dalam sebuah organisasi, informasi mengenai divisi administrasi akan diabaikan oleh bagian keuangan karena perbedaan peranan di antara kedua fungsi organisasi tersebut. Dan sebaliknya, hal tersebut berlaku terhadap fungsi-fungsi organisasi yang didivergensikan.

2.    Hierarki dalam Organisasi Struktur hierarki yang membedakan tingkatan posisi anggota satu sama lain secara vertikal, juga dapat meningkatkan perubahan makna pesan atau distorsi jikz ditransmisikan antara satu individu yang memiliki posisi hirarki yang lebih tinggi ke anggota lain yang terletak di struktur yang lebih rendah. Anggota yang lebih rendah secara struktural akan coba lebih berhati-hati dalam menyampaikan pesan ke atasannya, sehingga pesan akan mengalami banyak modifikasi agar dapat diterima seperti yang diinginkan bukan seperti yang seharusnya.

3.    Keterbatasan BerkomunikasiPeraturan organisasi yang membatasi ruang lingkup berkomunikasi antar anggota dalam koordinasi kegiatan dan keputusan—demi mencapai keseragaman—membuat organisasi melimpahkan pembuatan kebijakan, baik dalam koordinasi kegiatan maupun keputusan-keputusan mendasar, dengan cara sentralisasi, dalam artian perakitan kebijakan dibebankan pada sekelompok orang yang terkumpul dalam struktur fungsional khusus.
Namun, hal ini lagi-lagi rawan memunculkan distorsi pesan akibat melimpahnya arus komunikasi yang mesti diolah oleh divisi tersebut, sehingga demi melakukan penyesuaian untuk menghindari pesan bila terlalu banyak dan untuk menjaga tidak terputusnya urutan dalam proses informasi, individu dalam divisi tersebut bisa saja melakuakn beberapa hal berikut:
•    Mengabaikan beberapa pesan
•    Menunda respon bagi pesan yang penting
•    Menjawab atau berespons hanya terhadap bagian dari beberapa pesan
•    Menggunakan waktu yang sedikit untuk tiap-tiap pesan
•    Memblok pesan sebelum masuk system
•    Mengurangi standar untuk membiarkan beberapa kesalahan dalam respon terhadap pesan
•    Mengurani beban respons terhadap beberapa pesan.

4.    Hubungan yang tidak PersonalOrganisasi formal umumnya menciptakan kondisi hubungan yang juga formal non-personal. Relasi lebih ditekankan ke kepentingan formal organisasi alih-alih menjalin kedekatan yang menyasar sisi emosional. Hal tersebut menjadikan konteks komunikasi bersifat pragmatis dengan penyampaian pesan secara to the point tanpa adanya pertimbangan reaksi yang mungkin ditimbulkan jika pesan dikirimkan. Ketertutupan terhadap aspek afeksi ini mampu menciptakan rasa frustasi karena efek pengekangan dan tuntutan kesiapsediaan dalam menghadapi kondisi “tanpa emosi” dalam sebuah organisasi.

5.    Sistem Aturan dan KebijaksanaanHampir sama dengan faktor sebelumnya, distorsi akibat sistem aturan dan kebijaksanaan yang berlaku dalam organisasi kebanyakan disebabkan oleh keformalan yang keterlaluan, sifat ‘tradisional’ yang keras dipertahankan, aturan kaku yang mengikat kuat dan sifat-sifat kebijaksanaan yang terkesan frigid, dingin terhadap adanya keterbukaan yang sebenarnya bisa diciptakan melalui komunikasi interpersonal yang emosional.

6.    Spesialisasi TugasSpesialisasi mungkin akan menciptakan ketersisteman dan produktifitas, namun keterfokusan juga akan berdampak pada munculnya keapatisan antarindividu. Sifat bersaing dan semangat kompetisi membuat pesan atau informasi menjadi bagian yang tak ketinggalan dijadikan “alat” untuk merebut mendominasi. Akibatnya pesan sering ditunda, dipendam atau bahkan diubah total, dan hal ini tentu akan menciptakan distorsi pesan yang parah.

7.    Ketidakpedulian PimpinanSikap tidak peduli dari pimpinan organisasi juga merupakan pengalaman dalam proses komunikasi. Ada empat hal yang memberikan sumbangan terhadap sikap tidak peduli ini, yaitu:
•    Pimpinan sering gagal mengirim pesan yang di butuhkan kariawan
•    Kebanyakan organisasi pada dasarnya tidak menginginkan komunikasi dua arah.
•    Kondisi menghalangi komunikasi yang efektif dan di hubungkan dengan tidak ambil pusing yang mendalam.
•    Keragu-raguan dan daya tahan perhatian yang sebentar merupakan hambatan bagi komunikasi yang efektif.

8.    PrestiseSeperti halnya hierarki dalam organisasi, tingkatan prestise seseorang individu dapat menjadi sumber intimidasi terhadap individu lain dalam proses komunikasi. Seorang anggota organisasi yang memiliki nilai prestisius yang lebih tinggi akan mudah menciptakan distorsi pesan dalam proses komunikasinya dengan anggota lain yang lebih rendah secara tingkatan level prestise.

9.    Jaringan KomunikasiHambatan terakhir yang terdapat dalam faktor-faktor organisasi yang dapat menciptakan distorsi pesan adalah jaringan komunikasi yang dilewati pesan. Semakin banyak jaringan komunikasi yang harus dilewati oleh pesan, semakin rawan pula pesan tersebut mengalami perubahan makna substansial. Modifikasi isi pesan yang didapat seseorang untuk kemudian diretransmisikan kepada anggota lain adalah  hal yang jamak dilakukan dengan alasan untuk menyesuaikan dan sebagai cara pengkondisian komunikator terhadap komunikan. Padahal hal ini tak jarang dapat mengubah atau malah melencengkan makna awal dari isi sebuah pesan.

F.    Usaha-usaha untuk mengurangi distorsi
1.    Menetapkan Lebih Dari Satu Saluaran KomunikasiSalah satu cara untuk menemukan gangguan dengan menginformasikan pesan itu dengan berbagai sumber pesan,. Hal ini dapat di lakukan dengan cara berikut:
•    Menggunakan sumber informasi yang di luar organisasi termasuk materi ayng telah dipublikasikan, teman dari organisasi lain, langganan organisasi, teman dari organisasi yang lain, kenalan dan desah desus.
•    Menciptakan bidang tanggung jawab yang tumpang tindih diantara karyawan sehinnga adanya kompetensi dlam proses komunikasi.

2.    Menciptakan Prosedur Untuk Mengimbangi Distorsi
Prosedur di sini diartikan sebagai proteksi awal terhadap pesan dengan mendasrkan pengurangan distorsi melalui pengenalan faktor-faktor personal dan organisasional yang telah dibahas sebelumnya.

3.    Menghilangkan Pengantara Antara Pembuat Keputusan Dengan Pemberi InformasiKonsep diferensiasi atau perbedaan yang sejajar bisa diterapkan untuk mengurangi perubahan makna pesan. Sistem pengontrolan yang luas membuat bawahan lebih memiliki wewenang otonom untuk menjadi pengawas bagi dirinya sendiri. Kedataran struktur ini nantinya akan mengurangi distorsi pesan akibat komunikasi vertikal karena jaringan yang harus dilalui oleh pesan menjadi lebih sedikit.

4.    Mengembangkan Pembuktian Gangguan PesanCara terakhir dalam mengurangi distorsi pesan adalah dengan meniptakan sistem pesan yang tidak boleh atau tidak dimungkinkan untuk diubah artinya selama dalam proses pengiriman. Walau pun cara ini tidak selalu berhasil namun dengan kehati-hatian yang lebih tinggi pada aspek pemilihan pesan, pengkualifikasian isi pesan, penukaran penekanan kalimat dalam pesan, penghilangan istilah yang mungkin bersifat ambigu, dan pertimbangan terhadap faktor persepsi penerima pesan, diharapkan mampu mengurangi distorsi yang mungkin menjangkiti pesan dalam organisisasi.


Daftar Pustaka
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003.
Panuju, Redi. Komunikasi Organisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar